Kenangan di Kota Kembang
Sumber gambar disini |
Sore ini, seperti hari-hari biasanya aku melangkahkan kaki keluar dari kantor. Tapi hatiku seakan bertolak belakang dengan hari-hari belakangan yang selalu ceria dengan hati senang bila sudah waktunya pulang. Istri dan anak simata wayang yang sudah menyambut dengan senyum hangat di depan pagar rumah.
Semua sudah aku lupakan, tapi tetep saja jantung ini berdegup kencang, hati ini pedih seakan ada bagian lain dari anggota tubuh ini yang terluka. Ada apa denganku, aku sendiri bingung kenapa. Bukankah begitu damai kota tempatku berpijak. Tidak seperti ibu kota yang dirundung pengap, macet, belum lagi banyaknya tawuran pelajar serta bentrok antar kelompok dan warga. Ah, negaraku sudah terlalu bebas, sampai-sampai kebabasan yang kebablasan tanpa peduli akan hak orang lain. Sungguh indah tinggal di kota Solo ini yang masyarakatnya masih menjunjung tinggi gotong royong dan sopan santun.
Wah, bener-bener otakku ini tak bisa diajak kompromi. Pikiranku terbang kesana kemari bak layang-layang yang putus dari talinya. Senandung senja yang indah dengan semburat kuning keemasan pun tak sanggup menggemingkan sedikitpun sisi otakku tuk menyapa.
"Dik, papa pulang." sapaan mesra istriku membuyarkan lamunanku yang tanpa sadar aku sudah sampai didepan pintu pagar rumahku.
"Aduh adik dah bisa jalan ya? dah bisa nemenin mama nyambut papa hehehe..." Ah, bertemu istri dan anak membuat hatiku sejuk tuk sejenak melupakan kekalutan dalam hatiku.
"Pa, mandi dulu biar seger, dari tadi ilham sudah nunggu-nunggu papa mau cerita kalau sekarang udah bisa jalan." seru istriku lembut.
****
"Bud, temen-temen mau demonstrasi ke kampus barangnangsiang nanti siang kamu ikut nggak?" Seru Dyah. Ya, gadis cantik satu ini memang sejak tingkat 1 selalu menarik perhatianku. Walaupun kulitnya lebih hitam dibandingkan kebanyakan mojang priangan, tetapi hatinya lembut, dan wajah indonya yang selalu dihiasi dengan senyumnya yang manis sungguh indah dipandang mata.
"Pastinya berangkat lah neng, kan aku ikut rapat pembuatan konsep orasi untuk demo besok, kamu kan yang akan berorasi didepan nanti." Jawabku sambil melangkah bergandengan tangan menuju rektorat dimana bus yang akan mengangkut rombongan Mahasiswa IPB yang dikoordinasi oleh senat mahasiswa.
Kami beserta anggota senat mahasiswa lainnya menyewa bus untuk mengangkut mahasiswa yang akan berdemo dari kampus Darmaga ke kampus Barangnangsiang yang letaknya di pusat kota Bogor tepat di depan kebun raya bogor. Tak terkecuali dyah yang dengan semangatnya sebagai mahasiswa yang berjuang besama untuk mereformasi sistem pemerintahan yang telah gagal dalam melindungi hak-hak kebebasan berpendapat serta goyahnya bangsa ini dari terpaan krisis ekonomi yang melanda dunia.
"Reformasi....Reformasi...Turunkan Penguasa...Turunkan Harga...." yel-yel yang selalu diteriakkan sepanjang jalan hingga rombongan sampai di kampus lama Barangnangsiang.
****
"Aduh... kenapa kepalaku pusing sekali." ku raba kepalaku, ah... tanganku memerah terkena darah yang masih terbalut perban dan disampingku dyah menemaniku.
"Kamu terkena pukulan warga yang tadi menyerbu kedalam kampus bud, terima kasih kamu telah menyelamatkanku dari amuk mereka." terdengar lirih suara dyah sambil menyeka air matanya yang mengambang dipelupuk matanya.
Ah, aku ingat. Ketika orasi sedang dibacakan Dyah dipodium tadi memang banyak warga yang berkumpul didepan kampus. Kukira mereka turut mendukung perjuangan mahasiswa dalam masa reformasi ini yang memang tujuannya untuk menyelamatkan rakyat dan bangsa ini dari kehancuran. Pasti ada oknum yang menghasut mayarakat untuk menyerbu kedalam kampus. Masyarakat memang sedang labil dalam masa yang tak menentu seperti sekarang ini. Mereka merangsek sambil membawa kayu, batu dan senjata tajam kedalam kerumunan mahasiswa. Dyah sebagai orator yang berada paling depan sangat terancam keselamatannya, sementara polisi yang menjaga tidak sebanding dengan masa yang berkumpul di depan kampus ini. Kerusuhanpun tidak dapat dihindarkan dan aku langsung berlari menghadang masa yang mendekati Dyah yang berada paling depan. Aku berusaha menghalau sebelum aku terbentur batu keras yang dilemparkan dari arah luar. Padanganku berkunang-kunang, masih terdengar jerit dan teriakan temen-temen mahasiswa sebelum aku akhirnya tak ingat apa-apa lagi.
"Setelah kamu pingsan, banyak mobil patroli polisi yang datang dan membubarkan masyarakat untuk keluar dari lingkungan kampus. Sekarang situasinya telah aman, sebentar lagi rombongan Mahasiswa akan kembali ke kampus darmaga." Jelas dyah masih dengan suara yang lirih sembari mengusap darah yang masih tersisa diantara selipan perban dikepalaku.
****
"Halo Mas Budi, ini aku Dyah. aku tahu nomer HP mu dari yayan. Temen kita satu jurusan itu lho yang sekarang jadi tetanggaku di Bandung." Suara Dyah di ujung telepon membangunkan ingatanku akan kenangan 14 tahun yang lalu. Yah, kenangan indah saat kami bersama memperjuangkan reformasi, selalu bersama saat menunggu bus kampus yang mengantar kita ke fakultas pertanian, selalu bersama ketika melakukan penelitian hingga akhirnya kami lulus dalam waktu yang bersamaan pula.
"Halo Dyah, ada apa? tumben kamu menelfonku. Kirain dah lupa sama orang pinggiran hahaha..." Jawabku mengajaknya bergurau seperti yang biasa aku lakukan 14 tahun yang lalu.
"Mas Bud, kamu pasti sudah tahu musibah yang menimpa suamiku. Aku bingung dan putus asa Mas. Semua temen-temen seprofesi suamiku dan temen-temenku pun bukannya menenangkan hatiku malah memandangku sinis seperti maling jemuran." Terdengar suara serak Dyah yang mulai terisak mengharu untuk menyalurkan beban dipundaknya ke telingaku.
"Iya, aku tahu. Kuatkan hatimu. Kasihan anak-anakmu jika kamu sampai putus asa. Ingatlah betapa kuatnya dirimu sebagai orator yang handal dulu. Kamu juga kan lulusan terbaik difakultas kita, bahkan kamu juga satu-satunya mahasiswa dengan IP sempurna. Kamu pasti bisa menghadapinya. Lagian kan vonis belum diputuskan. Belum tentu suamimu akan divonis bersalah." Walaupun dengan fikiran yang tak menentu kucoba menenangkan hatinya. Dia yang namanya pernah terukir indah dihatiku sebelum orang tuanya menolak lamaranku karena tidak mau anak satu-satunya aku ajak ikut pindah ke Solo dimana aku bekerja untuk membantu orang tua yang masih hidup dalam kekurangan. Ah, aku atau orang tuamu yang terlalu egois. Belum genap 1 tahun aku akan mengajukan mutasi ke Bandung agar bisa dekat denganmu ternyata kamu sudah dijodohkan dengan anak pimpinan salah satu parpol di kotamu yang akhirnya aku tahu dia juga aktivis gerakan reformasi yang kuliah di universitas kota kembang. Tak tahukah kamu betapa sakitnya hatiku saat itu.
"Makasih Mas Bud, aku bingung mau mengadu kepada siapa lagi. Mas Budilah satu-satunya yang masih aku percayai untuk bisa mengerti kekalutanku." Suaramu masih semerdu dulu. Walau masih sedikit serak dan terselip isakanmu.
****
"Papa, kok masih melamun aja sih?? itu nasinya buruan dihabisin sudah keburu dingin lho." Aku terkaget mendengar suara Istriku sambil membelalakkan matanya dengan sorot mata tajam seakan ingin membaca apa yang ada didalam fikiranku.
"Iya ma." Jawabku dengan suara yang ku buat berat untuk menutupi kekagetanku.
"Tadi diberita ada suaminya temen papa yang terkena kasus korupsi di vonis 10 tahun penjara pa." Terperangah juga aku mendengar cerita istriku. Apa dia tahu apa yang barusan aku lamunkan? Ah, mungkin dia hanya ingin mencairkan suasana saja karena memang beberapa hari ini aku sering mengikuti berita tentang para koruptor itu.
"Iya ma, sudah selayaknya hukuman bagi para koruptor yang memakan uang rakyat. Semoga setelah mereka bebas nanti bisa insaf dan kembali kejalan yang benar." Jawabku diplomatis. Tapi apa benar suaminya Dyah melakukan korupsi. dari ceritanya Dyah suaminya hanya menjadi korban dari politik yang menjadikannya sebagai kambing hitam. Ah, sebegitu kejamkah politik? Semudah itukah perubahan sikap para pejuang reformasi setelah bisa duduk dikursi yang katanya mewakili rakyat? Entahlah, semua pertanyaan itu berkecamuk dalam gulungan pertanyaan lain yang menggunung dan saling berkaitan dalam otakku.
Sembari ditemani istriku yang setia dimeja makan serta anakku yang sedang asik dengan mainan barunya. Aku hanya bisa berharap semoga Dyah dan keluarganya bisa diberi ketabahan. Dan jika memang suaminya tidak bersalah pasti suatu saat akan terbentang benang merah untuk menariknya kembali ketempat yang seharusnya.
****
Hmm.... Kota Bandung, tambah padat saja kota ini, tapi masih sejuk seperti dulu. Sudah 15 tahun yang lalu sejak terakhir kali aku menginjakkan kaki di kotamu. Masih ku pandangi baliho berukuran besar dengan gambar orang orang yang sangat ku kenal. Yah, fotomu dan suamimu. Aku datang ke kotamu dengan istri dan anakku untuk memenuhi undanganmu meresmikan perusahaan baru yang didirikan suamimu. Ternyata benar katamu. Suamimu tidak bersalah dan sekarang sudah berada ditempat yang semestinya walaupun harus keluar dari hiruk pikuknya dunia politik.
Jalan hidup, memang tidak ada yang tahu tapi kita pasti akan melaluinya suka atau tidak suka. Dengan perjuangan pengorbanan dan doa pasti kita akan menuju pintu kebahagiaan.
TAMAT
Habis baca-baca buku sejarah jadi pengen nulis cerpen. Maaf ya sob kalau cerpennya kurang enak dibaca. Walaupun nulisnya penuh dengan pemikiran, tapi karena lagi gak mood jadi lah cerpen asal-asalan hehehe...
Ditulis dengan penuh pemikiran oleh Anak Rantau :D
Maaf sob. cuma mampir hehe sekali lagi maaf
ReplyDeletecerpennya nyata bgt loh..
ReplyDeletejadi sejenak tak pikir ini kisah perjalanan mas rantau.. :p
bagus kok cerpennya sob, ada bakat nulis cerpen...
ReplyDeletewow bagus ceritanya. sy suka part orasinya
ReplyDeleteASli panjag bener gan cerita kenagan dikota bandungnya :D
ReplyDeleteseperti nya memang sangat menyenangkan ya sampai banyak hal yang ditulisakan heheh :D
ternyata, mbak diah tu.. masa lalunya mas bud... hmm...
ReplyDeleteAmin. Semoga bahagia ^^
aq mLah milirnya dari awal cerita...kalo itu kisah nuata...wuihh..... tpo asli pnjang bener
ReplyDeletepanjang amat sob..... cerpennya
ReplyDeletetapi OK
salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
ReplyDeleteBersabarlah dalam bertindak agar membuahkan hasil yang manis.,.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.
solo santun tapi gampang tersulut
ReplyDeleteapalagi kalo dah ketemu bonek
bandung cuek tapi ceweknya cakep cakep
sayang butuh modal
hehe...
Wah... Panjang jg ceritanya. Sob, aku penasaran sma wajahnya Dyah, orangnya kaya apa sih? Menurut cerita diatas wajahnya cantik tp kulitnya gk putih. Pasti cntik beneran ya sob? Orang2 Bandung rata2 kan cantik.
ReplyDeletewow, indah banget ea kehidupan sobat. punya anak dan juga istri, kotanya nyaman dan katanya kota yg masih menjunjung gotong royong. sungguh, sy ingin seperti sobat, aq akan berusaha...
ReplyDeleteane skip dulu ya sob, ntar malem ane lanjutin, pan asiknya baca ginian saat santai, sambil ngopi, ya gak :D
ReplyDeleteHmm...dunia politik memang kejam ya mas...
ReplyDeletebagus bagus postingannya. . wkkk
ReplyDeletebentar gue cuci mata dulu nih, panjang abis postingannya .. hihi
panjang amat ceritanya :)
ReplyDeletewaah... tak kirain kisah nyata je... :D Opo emang terinspirasi kisah nyata yow? :D
ReplyDeleteKang Sob... Maaf lahir bathin yo. kososng kosong... lah wong ketupatnya paling juga dah kosong :D
Fiksi ki Kang Sob hahahha...
DeletePodo2 Mas Haris, Maaf lahir dan batin jika ada kesalahan yo :)
mantap sob cerpenya...sedikit mengusik tentang masa lalu q...hehe
ReplyDeletecuma bedanya aq bukan mahasiswa
sukses slalu buat anda sob
Itulah hidup, kita nggak pernah tahu apa yang bakalan terjadi..... Setelah terlewati kita hanya bisa menikmati kenangan2. Tentang harapan, tentang cita, tentang cinta, tak pernah ada yang tau endingnya :)
ReplyDeleteNice cerpen...
Lensa Berbagi
bagus bgt,, nice post kawan :D
ReplyDeletekalo gue ceritnya cuman dalam mimpi bro. kota kembang memang udah dikenal banget oleh banyak orang indonesia, termasuk gue. yah, melalui kenangan elo dikota ini, cukup deh buat gue ikutan merasakan dampaknya lewat khayalan hehehee..
ReplyDeletewow, cerpennya mantep sob, jgn2 itu pengalaman pribadi kamu ya?
ReplyDeletetapi tetep yg namanya korupsi itu musti di enyahkan dari muka Bumi. Penjara itu adalah hukuman yg kurang setimpal sob, menurutku. apalagi jika yg dikorupsi itu uang rakyat yg miskin.
hmm, kpn ya aku bs main ke kota kembang lagi.
Ceritanya lumayan juga. Nilainya 7.5 dapat lah. Sederhana tapi bisa dimengerti jalan ceritanya. Tak kirain asli solo kang.
ReplyDeleteemh. ente masuk juga ya gan dalam cerita . mantap ko. kasusnya pun up to date dengan kehidupan sekarang, jadi ceritanya lebih hidup. ayo, bikin lagi. kalau kaya gini mantapnya bang uzay yang berkomentar, hehehe.
ReplyDelete. . waduch,, panjang kale mumet kawan. he..86x . .
ReplyDeletewah panjang juga kisahnya...latar belakang reformasi dan kemudian menjadi koruptor...memang benar koruptor sudah bersarang seperti penyakit menular di negri ini...benar atau tidak-nya biarkan waktu yang menjawabnya :)
ReplyDeleteiya bang, emang sudah tidak bersahabat mereka ya :D
DeleteSob, blognya udah aku follback. Thanks udah follow blogku.
ReplyDeletenulisnya asal, tapi bagus cerpenya.., sukses selalu sob
ReplyDeletemungkin kalau kisah nyata selalu menarik untuk dibaca ya sob sangat inspiratif
ReplyDeletekunjungan silaturahmi sob...
ReplyDeletejadi ke 24 ga apa2...
waaah historynya panjang yaa...
cerpennya panjang sekali sob, mantaaap :)
ReplyDeletemenurutku, cerpennya bagus ko gan. lanjutkan terus ya :D
ReplyDeleteLumayan nih cerpennya. Kirain bakal CLBK ujungnya :D
ReplyDeleteceritanya bagus waahh berbakat juga nih jadi penulis :P lanjutkan! :D
ReplyDeleteihiiiyy, sekarang suka nulis cerita nih, bikin aku terangsang nulis cerita lagi. wkwkwkwkwk
ReplyDeleteaktivis kampus ni.. *smile
ReplyDelete"Dengan perjuangan pengorbanan dan doa pasti kita akan menuju pintu kebahagiaan" Ayo semangaaat ! cerpennya bagus jjuga kok om :)
ReplyDeletesekarang Bandung udah panas mas .. :s
ReplyDeletehadir lagi menyapa sahabat :)
ReplyDeleteaku datang... :)
ReplyDelete